dbc-network

Tuesday, April 24, 2012

Pemuda Beku



 Tatapan matanya dingin dan tajam. Kulit sawo matang membalut tubuh kekar pemuda itu.
Aku tidak tahu apa-apa tentangmu. Yang aku tahu, pagi kamu datang ke sekolah, jam istirahat kamu di perpus dan pulang sekolah kamu dijemput. Pemuda beku misterius yang telah mencairkan hatiku, siapa namamu? Sesekali ingin ku menyapa, dan berkenalan dengan mu. Walaupun hanya sekedar bertanya, “Hai, siapa namamu?”. Itu sudah lebih dari cukup bagiku.
Hari ini sekolah pulang lebih awal. Salah satu orang tua guru meninggal. Semua kelas IPA ikut melayat, kecuali kelas ku. Eh , tidak, kelas si pemuda beku juga tidak ikut melayat. Seperti hari biasanya, pemuda beku berjalan santai ke halte bus depan sekolah. Aku mengikutinya dari belakang, berjalan mengendap-endap seperti maling. Tapi sepertinya dia memperhatikanku. Saat dia menoleh kebelakang, aku menghentikan langkahku. Rasanya seperti berhenti degup jantung ku. Tuhan, untung dia tidak melihatku. Aku menunggu si pemuda beku beranjak dari tempat duduknya. Akhirnya, tidak lama kemudian seorang wanita muda menjemputnya. Siapa itu? Ibunya atau kakaknya? Hahhh.. siapa saja asal bukan kekasihnya. Beberapa hari berikutnya, masih saja aku membuntuti si pemuda beku.
Hujan deras sekali sejak pagi. Kelas-kelas pun banyak yang banjir. Payah sekali sekolahku ini, kemana dana pembangunan yang diberikan pemerintah kemarin ya. Hhhh,,, eh ada pemuda beku idamanku. Masih berjalan dengan santai menuju halte bus di depan sekolah. Siang ini dia terlihat beda, terkesan lebih lembut. Dengan sweater abu-abu dan syal yang melingkari lehernya. Tak lupa juga payung ditangan kirinya. Sepertinya dia sangat kedinginan sampai-sampai harus memakai kostum seperti itu. Tapi wajahnya aneh, bibirnya agak biru dan wajahnya pucat. Pemuda beku itu benar-benar terlihat sangat beku.
Hari ini rasanya beda, seperti ada yang kurang. Ya, dimana pemuda beku itu? Terpaksa aku ke kelas IPA 2, demi si pemuda beku. Tapi aku tidak melihat batang hidungnya. Dimana lagi bisa ku temukan pemuda beku itu, perpus! Ya , perpustakaan kan memang kandangnya waktu jam istirahat. Aku mempercepat langkahku demi si pemuda beku. Aku melongok dari jendela, tidak ada! Kemana dia?
Sudah satu minggu pemuda beku idaman ku menghilang. Apa dia pindah sekolah? Atau jangan-jangan dia sakit? Tidak !! Aku bahkan tidak tau apa yang terjadi, tidak satupun. Seandainya aku tahu namanya, seandainya aku tahu alamat rumahnya pasti tidak akan seperti ini. Teeeettttt..Teeeettttt..Teeeettttt, Bel tanda pengumuman berbunyi. Murid-murid IPA 2 meninggalkan kelas dengan isak tangis. Dari pengeras suara samar-samar terdengar Innalillahi.. sepertinya salah satu orang tua murid meninggal.
Kulangkah kan kaki dengan gontai, meskipun hujan mengguyur sekujur tubuhku. Aku rindu jalan mengendap-endap mengikuti pemuda beku itu. Tidak terasa air mataku  meleleh. Inilah pertama kalinya aku menangis karena seorang laki-laki. Termenung aku duduk di bangku halte, masih terbayang pemuda beku. Tiba-tiba seorang wanita muda menghampiriku. Wanita yang sering aku lihat, ya, dia yang setiap hari menjemput pemuda beku idamanku.
“Khoirunnisa Aulia Husna ?”, Tanya wanita muda itu.
“Iya, saya sendiri,” jawabku.
“Ikutlah denganku,”pintanya.
Tanpa bertanya lagi aku mengikuti langkahnya, dan masuk kedalam mobilnya. Aku dibawa kesebuah pemakaman baru. Masih segar bunga-bunganya, masih merah tanahnya. Siapa yang meninggal?
“Dia sudah pergi, seminggu yang lalu. Dia ingin kamu melihatnya untuk yang terakhir kali, meskipun dia tidak pernah sanggup mengatakan, tapi dia sangat menyayangimu,”kata wanita itu.
Arrangga Dewantara, 20 April 1989. Wafat 21 November 2007.


2 comments:

  1. Touches too.Love the words
    on the poisoning of his
    heart.Bring the Majesty of his
    love for her to go.I like this story

    ReplyDelete